1. Definisi
Energi dihasilkan oleh proses metabolisme, yang memerlukan makanan, minuman, dan oksigen. Konsumsi energi pada berbagai jenis pekerjaan dapat diketahui, begitu pula jenis makanan dan minuman yang harus disediakan untuk keperluan pengadaan energi termasuk dapat diperhitungkan, agar cukup energi untuk bekerja secara efektif dan efisien. Dalam kedaan istirahat yaitu diam secara fisik pada keadaan duduk, tubuh membutuhkan sekitar 1,5 K (kalori) setiap menitnya. Pada tubuh mulai terbebani, energi yang dikeluarkan naik mengikuti kebutuhannya.
Pria
K/hari
|
Wanita
K/hari
|
Tipe
Pekerjaan
|
Pekerjaan
|
2400
|
2000
|
Duduk, Kerja Ringan
|
Pemegang Buku
|
2700
|
2250
|
Duduk, Kerja Ringan
|
Pengetik
|
Berdiri, Kerja Ringan
|
Penata Rambut
| ||
Berjalan
|
Gembala
| ||
3000
|
2500
|
Duduk, Kerja Berat
|
Penenun, Penganyam
|
Duduk, Kerja Berat
|
Pengemudi
| ||
Berdiri, Kerja Ringan
|
Montir Mesin
| ||
3300
|
2750
|
Duduk, Kerja Berat
|
Tukang Sepatu
|
Bediri, Kerja Berat
|
Pengemudi Mesin
| ||
3600
|
3000
|
Duduk, Kerja Berat
|
Pemasang Baju Jalan
|
Bediri, Kerja Sedang
|
Pemijat
| ||
3900
|
3250
|
Berdiri, Kerja Berat Sekali
|
Penggergaji Kayu
|
4200
|
-
|
Berdiri, Kerja Sangat Berat
|
Penggali
|
Tabel 2.3. Pengeluaran Energi Dalam Berbagai Pekerjaan
Sumber: Ir. Sastrowinoto Suyatno, Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi, PT. Pustaka Binaman Pressindo 2000.
Dari penelitian ternyata bahwa pengeluaran energi yang berdampak eksternal, yang bermanfaat dan dapat diukur, maksimal hanya sekitar 30%, sedangkan 70% berupa energi yang terbuang sebagai panas. Oleh sebab itu wajib mengupayakan untuk menemukan prosedur kerja, Metoda menggunakan sarana, serta memilih desain alat yang tepat agar dapat meningkatkan efisiensi pemakaian energi.
Menurut Sutalaksana (2006), bekerja adalah suatu kegiatan manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Studi ergonomi dalam kaitannya dengan kerja manusia sebagai dalam hal ini ditunjukan untuk mengevaluasi dan merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan agar dapat memberikan peningkatan efektivitas dan efesiensi selain juga kenyamanan ataupun keamanan bagi manusia sebagai pekerjanya.
Salah satu tolak ukur (selain waktu) yang diaplikasikan untuk mengevaluasi apakah tata cara sudah dirancang baik atau belum adalah dengan mengukur penggunaan energi kerja yang harus dilakukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
1.1. Kerja Fisik dan Mental
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga ‘manual operation’ dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja. Kerja fisik juga dapat dikonotasikan dengan kerja berat atau kerja kasar karena kegiatan tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung. Dalam kerja fisik konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolak ukur penentu berat / ringannya suatu pekerjaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan lainnya. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui:
· Laju detak jantung (heart rate).
· Tekanan darah (blood pressure).
· Temperatur badan (body temperature).
· Laju pengeluaran keringat (sweating rate).
· Konsumsi oxygen yang dihirup (oxygen consumption).
· Kandungan kimiawi dalam darah (latic acid content).
Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara yang tidak langsung, yaitu dengan cara pengukuran, pengukuran tersebut meliputi:
1. Kecepatan denyut jantung.
2. Konsumsi Oksigen
Satuan pengukuran konsumsi energi adalah kilo kalori (Kcal). Jika 1 liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 Kcal energi.
Sedangkan kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja tersebut dalam kondisi yang lama, bukan diakibatkan oleh aktivitas fisik secara langsung melainkan akibat kerja otak kita.
2. Kerja Otot
Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh yang tugas utamanya kontraksi, dan terbentuk atas fiber ( fibre ) yang terdiri dari myofibril yang tersusun atas sel filamen dari molekul myosin yang saling tumpang tindih ( overlap ) dengan filamen dari molekul aktin dengan ukuran fiber panjang 10 – 400 mm dengan diameter 0,01 – 0,1 mm. Serabut otot ( muscle fibre ) bervariasi antara satu otot dengan otot lainnya. beberapa diantaranya memiliki gerakan yang lebih cepat dari yang lain, seperti yang terjadi pada otot yang dipakai untuk mempertahankan kontraksi badan misalnya otot otot pembentukan postur tubuh. Otot yang pucat menggambarkan kontraksi otot yang cepat, namun dengan latihan yang rutin dan kontinyu akan menghasilkan kekuatan otot yang prima. Dan merupakan hal penting bagi ergonom untuk mengetahui jenis otot yang sesuai untuk menopang beban statis yang harus diminimumkan. Sistem otot terdiri atas beberapa bagian yang satu dengan lainnya terpisah ( Raven 2002 ). Sistem otot melekat pada tulang yang terdiri dari otot serat lintang dengan sifat gerakan dapat diatur ( volunter ) yang berfungsi untuk:
1. Melakukan pergerakan pada bagian – bagian tubuh / berjalan.
2. Mempertahankan sikap tertentu sebagai akibat dari kontraksi otot yang secara lokal memungkinkan untuk melakukan sikap duduk, berdiri dan jongkok.
3. Menghasilkan panas sebagai akibat proses kimia dalam otot yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh
Dalam upaya mengevaluasi tuntutan kerja fisik dari tubuh manusia, maka para ahli ergonomi membedakan kerja otot menjadi 2 (dua ) yaitu :
1. Kerja dinamis :
Cirinya adalah otot bekerja secara kontraksi dan relaksasi dengan ritmik dari otot, sehingga oksigen yang diperlukan dan sisa metabolisme yang harus dibuang menjadi efektif.
2. Kerja statis :
Cirinya adalah otot berkontraksi lama sehingga aliran darah kejaringan otot terbatas menyebabkan kebutuhan oksigen dan pembuangan sisa metabolisme menjadi tidak efektif. Kerja statis mempercepat habisnya adenosin triphoshat dan Creatin phospat. Kerja statis memerlukan waktu istirahat lebih lama ( Bridger 1995 ). Menurut Tjandra ( 1998 ) pembagian otot skeletal berdasarkan lokasinya terdiri dari atas : otot leher, bahu, pinggang, dada, lengan atas bawah, paha dan betis
2.1. Kekuatan otot :
Otot merupakan alat gerak aktif, sebagai hasil kerja sama antara otot dan tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakan oleh otot, hal ini karena otot mempunyai kemampuan berkontraksi ( memendek / kerja berat & memanjang / kerja ringan ) yang mengakibatkan terjadinya kelelahan otot, proses kelelahan ini terjadi saat waktu ketahanan otot ( jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot ) terlampaui ( Waters & Bhattacharya 1996 ).
Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan kontraksi secara maksimal ( Nala 1988 & Harsono 1997 ) atau dapat diartikan sama dengan kebugaran. Kekuatan kerja otot sangat tergantung pada :
1. Posisi anggota tubuh saat bekerja
2. Arah dari gerakan kerja
3. Perbedaan kekuatan antar bagian dari tubuh
4. Faktor usia
Hubungan kekuatan otot dengan timbulnya kelelahan sebagai akibat dari pekerjaan antara lain :
1. Posisi kerja yang tidak alamiah ( awkward posture ).
2. Pengulangan kegiatan pada satu jenis otot.
3. Menggunakan tenaga berlebih.
4. Posisi kerja yang statis.
5. Waktu kerja lama dan Terus menerus
6. Metode dan cara kerja
Beberapa faktor yang berpengaruh pada kekuatan otot antara lain :
1. Besar kecilnya penampang melintang otot.
2. Jumlah miofibril yang ikut bekerja melawan beban.
3. Besar kecilnya rangka tubuh dan bagian – bagiannya
4. Inervasi otot yang baik
5. Keadaan zat kimia dalam otot
6. Keadaan tonus otot saat istirahat
7. Umur dan jenis kelamin
Kekuatan dari otot ditentukan oleh ukurannya dengan suatu daya kontraktilitas maksimum antara 3 & 4 Kg/Cm2 dari suatu daerah potongan melintang otot, kekuatan yang mempertahankan otot kira – kira 40 % lebih besar dari kekuatan kontraktilitas, hal ini dapat dibuktikan bila suatu otot sudah berkontraksi kemudian mengeluarkan gaya untuk merenggangkan otot.
2.1.1. Kerja otot statis :
Otot terdiri dari serat otot yang bekerja dengan cara kontrasi yang dilakukan dengan cara statis ( menetap ) dan dinamis ( ritmis, berirama ). Pada kerja otot secara statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara kontinyu, maka panjang otot akan menjadi tetap, sehingga energi yang dibutuhkan tidak dapat diperhitungkan berdasarkan besarnya kekuatan. Kerja otot statis pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan sehingga transfer oksigen menjadi berkurang. Otot-otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukosa dan oksigen dari darah, sehingga harus menggunakan cadangan-cadangan yang ada. Sisa-sisa metabolisme tidak dapat diangkut keluar melainkan tertimbun. Hal ini mengakibatkan rasa nyeri dan lelah pada otot. Rasa nyeri dan kelelahan ini memaksa untuk menghentikan kerja otot statis. Kerja otot secara dinamis terjadi pengerutan dan pengenduran otot terjadi silih berganti, energi kerja yang merupakan hasil perkalian antara selisih panjang otot sebelum dan sesudah kontraksi dengan besarnya kekuatan. Pada kerja otot dinamis terjadi pemompaan peredaran darah keluar, disertai kerutan yang merupakan kesempatan bagi darah untuk mentransfer oksigen ke otot sehingga kaya akan tenaga dan sisa-sisa metabolisma dibuang segera. Sebaliknya, kerja otot dinamis dengan irama yang tepat dapat lama, berkelanjutan tanpa mengalami kelelahan otot. Sehingga secara fisiologis terbukti bahwa kerja otot statis kurang efisien dari pada kerja otot dinamis karena lebih cepat menimbulkan kelelahan
2.1.2. Pembebanan otot secara statis :
Beban otot statis terjadi ketika otot berada dalam keadaan tegang ( tension ) tanpa menghasilkan gerakan tangan atau kaki ( limbs ). Pergerakan rithmik yang dinamis adalah proses pemompaan aliran darah oleh organ tubuh manusia. Beban otomatis terjadi ketika postur tubuh berada pada kondisi yang tidak alamiah, peralatan maupun material ditahan pada kondisi yang berlawanan dengan arah gerak gravitasi. Otot yang menerima beban berat dengan sifat statis berulang – ulang, terus menerus dalam waktu yang lama, dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi,ligamen, tendon dan syaraf yang disebut dengan gangguan otot ( Musculoskeletal Disorders / MSDs ) (Adiputra 2001 & Grandjean 1993 ), dan kerusakan ini menimbulkan cedera disebut Cummulative Trauma Disorders ( CTD ) sebagai akibat posisi kerja yang salah dengan waktu kerja lama dan dilakukan berulang -ulang sehingga terjadi penekanan pada urat dan syaraf yang mengakibatkan rasa sakit disebut Repetitive Stress Injury ( RSI ), kondisi seperti ini banyak dialami oleh pekerja yang melakukan aktivitas secara manual misalnya : pengguna komputer. Bagian otot yang dikeluhkan adalah otot rangka ( skeletal ) meliputi :otot leher, bahu, lengan dan tangan, jari, punggung, pinggang serta otot – otot bagian bawah, dengan keluhan terbanyak yang dirasakan oleh pekerja adalah otot bagian pinggang ( Low Back Pain ). Keluhan muskuloskeletal ini sangat berhubungan dengan pekerjaan tangan yang dilakukan secara berulang yang dapat menjadi penyebab utama terjadinya kelelahan kerja (Bridger 1995), gangguan kesehatan dan ketidakmampuan kerja (Armstrong 2003). Keluhan otot dapat terjadi bila kontraksi otot melebihi 20 %, karena peredaran darah ke otot menjadi berkurang, sehingga supplay oksigen keotot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat, terjadi penimbunan asam laktat di otot yang menyebabkan keluhan rasa lelah dan nyeri otot ( Grandjean 1993 ). Gangguan otot terjadi karena :
1. Melakukan kegiatan secara berulang. Pekerjaan yang dilakukan berulang memerlukan waktu lama, beban kerja menjadi berat sehingga tubuh berpotensi mengalami lelah otot, karena terjadi peningkatan tekanan pada otot, dan transport darah keotot menjadi terhambat.
2. Posisi duduk salah.
Kursi tidak ergonomis dapat menjadi penyebab sikap kerja duduk menjadi salah / tidak alamiah, sehingga posisi dari bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya : pada pergelangan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dengan semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, ini berpotensi mengalami lelah otot. Sikap kerja tidak alamiah ini terjadi karena karakteristik tugas, alat kerja, stasiun kerja dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja ( Annis.J.F & Mc Conville.J.T. 1996 )
3. Pengerahan tenaga secara berlebihan.
Aktivitas kerja menuntut pengerahan tenaga, yang dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Pengerahan tenaga yang berlebih dan dilakukan secara rutin, dalam waktu lama tampa diselingi istirahat yang cukup, berpotensi menimbulkan lelah otot, yang dapat berlanjut pada cedera otot. Gangguan otot dapat terjadi akibat faktor individu seperti :
- Faktor Umur :
Kekuatan fisik manusia, akan berkurang dan melemah pada usia lebih dari 50 tahun, sedangkan puncak performans yang mampu ditampilkan yakni pada usia 23 – 27 tahun. Keluhan otot rangka mulai dirasakan pada usia 25 – 65 tahun, dengan keluhan pertama pada usia 35 tahun, ini karena kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun dan keluhan otot meningkat ( Choffin 1979 ), Dapat disimpulkan ada hubungan umur dengan terjadinya keluhan otot terutama keluhan otot pada leher dan bahu.
- Faktor jenis kelamin
Dari beberapa penelitian, menyebutkan bahwa, jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot, secara fisiologis kemampuan otot wanita sekitar 2/3 dari kekuatan otot pria, daya tahan otot pria lebih tinggi dari otot wanita ( Astrand & Rodahl 1977 )
- Faktor kebiasaan merokok
Dari hasil penelitian mebuktikan bahwa keluhan otot erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan banyak jumlah rokok yang dihisap semakin besar risiko keluhan otot yang dirasakan, ini berkaitan dengan kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru – paru yang menghambat pemenuhan oksigen, sehingga proses pembakaran karbohidrat terhambat mengakibatkan terjadinya penumpukan asam laktat sebagai tanda awal terjadinya lelah.
- Faktor kesegaran jasmani :
Keluhan otot jarang ditemukan pada orang yang beraktivitas dan mempunyai cukup waktu untuk istirahat, karena keluhan otot sangat dipengaruhi oleh kesegaran tubuh, misalnya :
A. Tubuh dengan tingkat kesegaran rendah, risiko terjadinya lelah 7,1 %.
B. Tubuh dengan tingkat kesegaran sedang risiko terjadinya lelah 3,2 %
C. Tubuh dengan tingkat kesegaran tinggi risiko terjadinya lelah 0,8 %
- Factor kekuatan fisik :
Chaffin ( 1979 ) menemukan adanya peningkatan keluhan pinggang, pada pekerja yang melakukan aktivitas dengan menggunakan kekuatan otot melebihi batas kemampuannya. Pekerja dengan kekuatan otot rendah, mempunyai risiko keluhan lelah tiga kali dari pekerja dengan kekuatan otot tinggi. Untuk pekerja yang tidak memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang relevan dengan risiko terjadinya keluhan otot rangka.
- Faktor ukuran tubuh :
Berat dan tinggi badan memberi pengaruh kecil terhadap terjadinya keluhan otot rangka. Wanita gemuk mempunyai risiko dua kali untuk mengalami keluhan lelah otot dari wanita kurus. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya lebih sering mengalami keluhan sakit pinggang, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. Keluhan otot rangka lebih terkait dengan ukuran tubuh karena kondisi keseimbangan struktur rangka didalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Keluhan otot yang dirasakan oleh pekerja dapat dikelompokkan menjadi :
1. Keluhan sementara (temporary ) adalah keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang bilamana pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap ( persistent ) adalah keluhan otot yang bersifat menetap. Sekalipun pembebanan kerja telah dihentikan namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.
Keluhan otot :
Adapun keluhan otot yang dialami oleh manusia dan berdampak pada aktivitas (Sedarmayanti 1996) antara lain :
1. Kelelahan otot adalah suatu keadaan yang menunjukkan ketidakmampuan dari otot melakukan kontraksi dan bermetabolisme sebagai akibat, kontraksi otot yang kuat dan lama, yang semakin lama semakin melemah, karena dalam serabut otot kekurangan energi dapat berlanjut pada timbulnya kram otot atau kejang otot.
2. Astrofi otot adalah proses penurunan dari fungsi otot akibat otot mengecil dan kehilangan fungsi kontraksinya yang biasanya disebabkan oleh penyakit (Poliomielities).
3. Distrofi otot (gangguan otot bawaan / genetis) adalah suatu kelainan otot yang biasanya terjadi pada kelompok anak, karena menderita penyakit kronis /cacat bawaan sejak lahir.
4. Kaku leher (stiff) adalah suatu kelainan yang terjadi karena peradangan otot trapesius leher, akibat salah gerakan atau adanya hentakan pada leher serta menyebabkan rasa nyeri dan kaku pada leher seseorang.
5. Hipotrofi otot adalah suatu jenis kelainan pada otot yang menyebabkan otot menjadi lebih besar dan tampak kuat akibat aktivitas dari otot berupa kerja dan olahraga.
6. Tetanus adalah ketegangan otot secara terus menerus sehingga otot menjadi kejang.
7. Miestenia gravis adalah lemahnya otot secara berangsur dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
8. Hernis abdominal adalah kelainan pada dinding otot perut yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit hernia / turun berok ( penurunan usus yang masuk kedalam rongga perut ).
9. Miopatik miotonik adalah sekumpulan penyakit keturunan dimana otot tidak mampu mengendur (relaksasi) secara normal setelah berkontraksi, yang dapat menyebabkan kelemahan, kejang otot dan pemendekan otot (Contractur).
10. Miotonia kongenitalis (penyakit Thomsen) adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dan bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Gejala biasanya sudah muncul pada masa bayi. Tangan, tungkai dan kelopak mata menjadi sangat kaku karena otot tidak mampu mengendur. Kelemahan otot biasanya sangat minimal.
11. Kram (kekejangan), terjadi karena otot terus menerus melakukan aktivitas, sehingga otot kejang dan tidak dapat berkontraksi. Dalam suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart Rate, temperatur tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.
Kerja fisik ini dikelompokkan oleh Davis dan Miller:
1. Kerja total seluruh tubuh, yang menngunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua per tiga atau tiga seperempat otot tubuh.
2. Kerja otot yang membutuhkan energi Expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.
3. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa kerja membutuhkan kontraksi sebagian otot.
Sumber utamanya adalah dari pemecahan senyawa phosphate kaya energi dari kondisi energi tinggi ke energi rendah, yang mana dalam waktu yang sama akan menghasilkan muatan elektro–elektro dan menyebabkan gerakan relative dari Molekul Actin dan Myosin.
Hal ini ditunjukkan pada proses berikut :
ATP = ADP + Energi.
ATP = Adenosin Tri Phosphat.
ADP = Adenosin Di Phosphat.
Untuk melanjutkan proses ini, ATP harus disintesa dengan bahan baker yang berasal dari sumber lain.
a. Anaerobic
Anaerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dengan energi tanpa bantuan oksigen. Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan membentuk asam laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan indikasi adanya kelelahan otot secara lokal, karena kurangnya jumlah oksigen yang disebabkan oleh kurangnya jumlah supply darah yang di pompa oleh jantung. Misalnya jika ada gerakan yang bersifat tiba–tiba (mendadak), lari jarak dekat dan lain sebagainya. Sebab lain adalah karena pencegahan kebutuhan aliran darah yang mengandung oksigen dengan adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran darah yang tidak cukup mensupplay oksigen dan glikogen akan melepaskan asam laktat.
b. Aerobic
Aerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dan energi dengan bantuan oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot dioksidasi dengan cepat menjadi CO2 dan H2O dalam kondisi aerobic. Sehingga beban kerja yang tidak terlalu melelahkan akan dapat berlangsung cukup lama. Disamping itu aliran darah yang cukup akan mensupplay lemak, karbohidrat dan oksigen kedalam otot, akibat dari kondisi kerja yang terlalu lama akan menyebabkan kadar glikogen dalam darah akan menurun drastic di bawah normal, dan kebalikannya kaadar asam laktat akan meningkat, dan kalau sudah demikian maka cara terbaik adalah menghentikan pekerjaan, kemudian istirahat dan makan–makanan yang bergizi untuk membentuk kadar gula dalam darah. Hal tersebut diatas merupakan proses kontraksi otot yang telah disederhanakan melalui pembangkit energinya, dan sekaligus menandakan pentingnya aliran darah untuk otot.
3. Pulsa Jantung
Denyut jantung tentu sangat mempengaruhi hasil kerja, semakin cepat recovery tentu akan menambah kinerja operator. Ada beberapa definisi Muller tentang kerja denyut jantung (1962) adalah sebagai berikut:
1. Denyut jantung selama istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
2. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut jantung selama seseorang bekerja. Denyut jantung untuk kerja (work pulse) adalah selisih antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat.
3. Denyut jantung selama istirahat total (total recovery cost or recovery cost) adalah jumlah aljabar denyut jantung saat suatu pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya.
4. Denyut total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai denyut berada pada kondisi istirahat (resting level).
Tiffin mengemukakan kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu: Kriteria Faali, kriteria kejiwaan dan kriteria hasil kerja.
1. Kriteria Faali meliputi: Kecepatan denyut jantung, konsumsi Oksigen, Tekanan darah, Tingkat penguapan, Temperatur tubuh, komposisi kimiawi dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh
2. Kriteria Kejiwaan meliputi: pengujian tingkat kejiwaan pekerja, seperti tingkat kejenuhan, emosi, motivasi, sikap dan lain-lain. Kriteria kejiwaan digunakan untuk mengetahui perubahan kejiwaan yang timbul selama bekerja.
3. Kriteria Hasil Kerja meliputi: hasil kerja yang diperoleh dari pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari seluruh kondisi kerja dengan cara melihat hasil kerja yang diperoleh dari pekerja tersebut.
4. Penjadwalan Waktu Istirahat
Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, maka waktu pemulihan untuk istirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga dapat mengalami kelelahan yang kronis.
Beberapa nilai energi ekpenditur berdasarkan klasifikasi pekerjaan digambarkan oleh DR. Waen Brouha (Brouha, 1960) dalam bentuk table berikut:
Klasifikasi Beban Keja
|
Konsumsi Oksigen (Liter/menit)
|
Energy Expenditur (Kkal/menit)
|
Denyut Jantung (Detak/menit)
|
Light
|
0,5 -1,0
|
2,5 - 5,0
|
60 - 100
|
Moderate
|
1,0 - 1,5
|
5,0 - 7,5
|
100 - 125
|
Heavy
|
1,5 - 2,0
|
7,5 - 10,0
|
125 - 150
|
Very Heavy
|
2,0 - 2,5
|
10,0 - 12,5
|
150 - 175
|
Tabel 2.1. Nilai Energi Ekspenditur Berdasarkan Klasifikasi Pekerjaan.
Sumber: Niebel, B. And Freivalds, A. 2000. Methods, Standars And Work Design, McGraw-Hill Co.
Besarnya nilai R (waktu istirahat yang layak bagi operator) kemudian dijadikan input variable sumber daya dalam perhitungan biaya kesehatan dan keselamatan kerja. Apabila besar nilai energi ekspenditur dari suatu pekerjaan masih dibawah ambang batas peralihan antara pekerjaan aerob dan anaerob yaitu sebesar 5 Kkal/menit, maka persamaan Murrel tersebut praktis tidak dapat digunakan karena persamaan tersebut diturunkan untuk pekerjaan anaerob, dimana terjadi kelelahan fisiologis karena dipakainya cadangan oksigen dalam darah sebagai kompensasi kurangnya pasokan oksigen akibat keterbatasan kapasitas tubuh manusia (Niebbel, 2000).
Apabila hal tersebut terjadi, maka nilai R dicari dengan menggunakan kelonggaran kerja berupa persentase dari waktu normal yang merupakan allowance untuk keperluan pribadi dan untuk mengatasi kelelahan dari operator.
4.1. Allowance (Kelonggaran)
Kelonggaran biasanya digunakan setelah perhitungan waktu normal dengan menentukan waktu baku atau waktu standar dalam proses operasi. Langkah penentuan kelonggaran ini dilakukan untuk mengukur waktu yang diperlukan operator dalam menerima pengarahan maupun intrupsi dari para atasan, waktu menunggu dan penurunan performasi kerja yang disebabkan oleh kelelahan (fatique) pada setiap pekerjaan dan lingkungan atau sistem kerja yang baik sesuai dengan pengertian dari kelonggaran tersebut yaitu faktor tenggang yang diberikan kepada operator karena sistem kerja atau lingkungan kerja agar dapat memenuhi kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan-hambatan yang tak terhindari (Niebel, 2000).
Kelonggaran dapat dipergunakan untuk menganalisis waktu istirahat seorang operator dalam memulihkan tenaganya jika terjadi kelelahan dan penurunan performasi kerja. Kelonggaran yang dipergunakan untuk analisis ini adalah kelonggaran pribadi dan kelonggaran untuk menghilangkan kelelahan (fatique)
4.1.1. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi.
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi ini adalah hal-hal yang dapat menghilangkan ketegangan maupun kejemuan atau kebosanan dalam kerja. Ketegangan dan kebosanan kerja biasanya terjadi karena kondisi umum dari lingkungan kerja misalnya beban kerja yang berat, temperatur ruangan yang tinggi, sistem pencahayaan yang kurang baik, pekerjaan yang berulang dan lain-lain. Untuk menghindari penurunan performansi kerja yang disebabkan oleh hal-hal tersebut maka diberikan kelonggaran pribadi.
4.1.2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Kelelahan (Fatique).
Rasa kelelahan (fatique) tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik dari jumlah maupun kualitas. Biasanya fatique ini timbul disebabkan karena operator melakukan pekerjaan yang berulang secara terus menerus (monoton). Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus tetap bekerja untuk menghasilkan performansi kerja yang normal maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Untuk menentukan besarnya kelonggaran dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan kapan terjadinya penurunan hasil produksi. Oleh karena itu kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah harus atau perlu ditambahkan dalam kondisi kerja.
4.1.3. Hasil Kerja Manusia Dan Proses Pengendaliannya
Setiap hari manusia selalu terlibat dengan kegiatan-kegiatannya, apakah itu bekerja ataupun bergerak, kesemuanya memerlukan tenaga yang penting harus diperhatikan, bagaimana mengatur kegiatan ini, sedemikian rupa sehingga posisi tubuh saat bekerja ataupun bergerak tersebut ada dalam macam-macam kegiatannya tergantung pada struktur fisik dari tubuhnya yang terdiri dari struktur tulang, otot-otot rangka, sistem syaraf dan proses metabolisme.
5. Kelelahan Kerja
kelelahan kerja adalah suatu kondisi dimana terjadi pada saraf dan otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya.
Beberapa definisi dari kelelahan kerja adalah:
1. Rizeddin (2000): kelelahan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun.
2. Keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim inhibisi batang otak.
3. Kelelahan adalah merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan dalam bekerja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan, adalah sebagai berikut:
1. Penentuan dan lamanya waktu kerja.
2. Penentuan dan lamanya waktu istirahat.
3. Sikap mental pekerja.
4. Besarnya beban tetap.
5. Kemonotonan pekerjaan dalam lingkungan kerja yang tetap.
6. Kondisi tubuh operator pada waktu melaksanakan pekerjaan.
7. Lingkungan fisik kerja (Temperatur, Kelembaban, Sirkulasi Udara, Pencahayaan, Kebisingan, Getaran Mekanis, Bau-Bauan, dan Warna)
8. Jenis kelamin.
9. Umur.
1. Proses Tejadinya Kelelahan.
Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu: akibat kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) dan akibat kelelahan psikologis (mental atau fungsionil). Hal ini biasa bersifat objektif (akibat perubahan performance) dan bersifat subjektif (akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran).
5.1.1. Kelelahan Akibat Faktor Fisiologis (Fisik atau Kimia).
Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebgai mesin yang mengkonsumsi bahan baker dan memberikan out put berupa tenaga-tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-sehari. Pada prinsifnya, ada 5 macam mekanisme yang dilakukan tubuh yaitu: sistem peredaran, sistem pencernaan, sistem otot, sistem syaraf dan sistem pernafasan. Kerja fisik yang kontinu berpengaruh terhadap mekanisme-mekanisme tersebut, baik secara sendiri-sendiri ataupun sekaligus. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah setiap kontraksi dari otot diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernapasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu hal ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik, apabila fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk sisa, dalam otot atau peredaran darah yang disebabkan oleh tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.
Secara lebih jelas, terdapat tiga penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu:
1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulkan CO2, saerolactic, phospati dan sebagainya, diman zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya, sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang menunggu kegiatan otot selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan dirubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glikogen, setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1 persen dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan glikogen dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7 persen.
3. Pada keadaan normal jumlah udara yang masuk melalui pernapasan kira-kira 4 Lite/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras, dibutuhkan udara kira-kira 15 Liter/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernapasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul, karena reaksi oksidasi dalam tubuh, yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi air (H2O) dan CO2 agar dikeluarkan dari tubuh, menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah).
5.1.2. Kelelahan Akibat Faktor Psiologis.
Macam kelelahan kedua adalah kelelahan psikologis. Kelelahan ini bisa dikatakan kelelahan yang palsu, yang timbul dalam perasaan seseorang dan terlihat dengan tingkah lakunya atau pendapat–pendapat yang tidak konsekuen lagi serta jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun sendiri dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya.
Hal–hal yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui telah datangnya gejala–gejala atau perasaan–perasaan dari kelelahan:
1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran merasa kacau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.
2. Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap dan dapat tekun dalam pekerjaan.
3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri dipunggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan dan merasa kurang sehat badan.
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya:
v Sediakan kalori secukupnya sebagai masukan untuk tubuh.
v Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsif ekonomi gerakan.
v Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan–batasannya.
v Memperhatikan waktu keerja yang teratur, berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana–sarananya, masa libur dengan rekreasi dan lain–lain.
v Mengatur lingkungan fisik sebaik–baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, penerangan, kebisingan, getaran, bau/wangi–wangian dan lain lain.
v Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan akibat kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja, menyediakan musik, menyediakan waktu olahraga dan lain–lain.
6. Waktu Istirahat
Melalui penelitian kerja, dapat diketahui bahwa waktu yang digunakan seorang pegawai yang sedang bekerja, dapat diselangi istirahat dengan berbagai cara.
Istirahat dalam jam kerja dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Istirahat spontan adalah istirahat yang disisipkan oleh pegawai sendiri untuk melepas lelah. Biasanya tidak memerlukan waktu lama meskipun sering dilakukan, terutama pada pekerjaan yang berat.
2. Istirahat sembunyi (mengerjakan hal-hal yang tidak penting) adalah istirahat yang dilakukan dengan melaksanakan pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan tugas yang sedang dikerjakan. Dengan kerja sekunder, pegawai berupaya untuk mendapatkan total melepas lelah yang banyak bagi pemulihannya.
3. Istirahat kondisi pekerjaan adalah istirahat yang terdiri dari segala macam waktu menunggu, tergantung pada pengaturan pekerjaannya atau gerakan mesin. Seringkali waktu tunggu semacam itu terjadi ketika operasi mesin telah selesai. Kecepatan bekerja akan menurun oleh ketuaan, karenanya pegawai muda akan memiliki waktu istirahat yang lebih panjang dibandingkan dengan pegawai tua, sebab harus menyesuaikan diri dengan kecepatan rekan sekerjanya yang lebih tua. Itulah sebabnya, pegawai tua atau pegawai yang yang kurang terampil seakan–akan harus bekerja terburu-buru hingga dapat mengalami ketegangan yang berlebihan.
4. Istirahat telah ditentukan adalah istirahat yang telah ditetapkan dan diberlakukan atas dasar penelitian kerja. Apabila ditentukan banyak waktu istirahat pendek yang disisipkan selama bekerja, maka istirahat tersembunyi dan istirahat spontan akan berkurang, baik dari segi jumlah atau lamanya.
Untuk memulai pekerjaan dengan terampil dan cepat, diperlukan waktu tenggang (running in) setelah istirahat. Jadi untuk sampai kepada kecepatan normal akan diperlukan waktu tenggang beberapa menit. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui akibat dari waktu istirahat terhadap hasil produksi.
Bagi pekerjaan berat, lama istirahat harus ditentukan sebelumnya, dan bagi rata selama hari kerja. Jika pegawai memilih bagaimana mendistribusikan waktu istirahat, mereka cenderung untuk mengajak bekerja kontinyu dan diperbolehkan untuk meninggalkan pekerjaan lebih awal. Hal ini akan mengarah kepada tegang yang berlebihan (over stressed) khususnya bagi pegawai yang sudah berumur tua.
Bagi pekerjaan yang lebih ringan, agak sulit ditetapkan apakah lama istirahat perlu ditentukan sebelumnya atau tidak. Walaupun lama istirahat pada prinsipnya merupakan kebutuhan fisiologis, namun tidak berarti harus diatur secara resmi, karena kondisi kerja dan jenis istirahat lainnya mungkin sudah mencukupi.
7. Metode Membawa Beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
A. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
- Laki-laki dewasa 40 kg
- Wanita dewasa 15-20 kg
- Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
- Wanita (16-18 th) 12-15 kg
B. Organisasi kerja
Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
- Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
- Frekuensi pergerakan diminimalisasi
- Jarak mengangkat beban dikurangi
- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
- Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
C. Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip :
- Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
- Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan. Metoda ini termasuk 5 faktor dasar :
- Posisi kaki yang benar
- Punggung kuat dan kekar
- Posisi lengan dekat dengan tubuh
- Mengangkat dengan benar
- Menggunakan berat badan
Datta dan Ramanathan mengemukakan terdapat tujuh metode yang dapat digunakan untuk membawa beban. Dimana pengeluaran konsumsi oksigen pada cara-cara tersebut berbeda-beda.Tujuh metode tersebut, yaitu sebagai berikut.
1. Double Pack
Metode dimana beban dipikul dengan membagi beban tersebut depan dan belakang bahu.
2. Head
Metode dimana beban diletakan diatas kepala.
3. Rucksack
Metode dimana beban diangkut pada kedua bahu.
4. Sherpa
Metode yang hampir sama dengan Head namun beban tidak diletakkan sepenuhnya diatas kepala melainkan beban tersebut diikatdengan tali dan dikaitkan dikepala.
5. Rice Bag
Metode dimana beban dipanggul dengan satu bahu.
6. Yoke
Metode dimana beban dipanggul dengan menggunakan alatbantu seperti pada gambar pada satu bahu.
7. Hands
Metode dimana beban dijinjing dengan dua tangan.
D. Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur.
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan,khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur.